Selasa, November 23, 2010

Yang berduit Tak bermoral

Sore itu aku kembali dari rumah orang tua ku di daearh bilangan bekasi. Dengan kendaraan tua kesayanganku aku mencoba mencari arah pulang yang tidak terlalu ramai dengan kendaraan. Aku tahu dibenak kita atau rekan – rekan yang membaca ini, kenapa aku memilih jalan yang tidak terlalu ramai, bukan jalan pintas yang cepat ke tujuan. Ha..ha..ha.. Jabodetabek? Jalan yang cepat mencapai tujuan ialah jalan yang sepi dan tidak terlalu ramai, bukan jalan yang mempunyai jarak yang lebih pendek ke tujuan. Itu sudah rahasia umum.

Aku memilih lewat jalan daerah elit dibilangan Jakarta Utara, Singkatnya setelah melalui beberapa tikungan sampailah aku disebuah jembatan yang menyepit. Aku menggeleng – geleng bukan lantaran leher aku pegal karena menyetir, tetapi lebih kepada keterkejutanku bahwa mobil – mobil disekelilingku sudah mulai merapat sehingga terlihat ramai dan padat. Aku sapukan pandanganku ke sekeliling. Nampak sekali mobil disekelilingku rata – rata adalah mobil keluaran tahun terbaru dan setidaknya berharga menengah ke atas, maklum kan ini daerah elit pikirku.

Sebegitu banyak mobil baru dengan harga kisaran seratus lima puluh jutaan keatas mulai merapat karena jalan menyempit. Pening rasanya aku membaca situasi didepan yang akan ku lewati bila kondisi seperti ini. Apa yang dilakukan para pengemudi pada saat kondisi seperti ini adalah hal yang paling mengesalkan pikirku, terutama didaerah Jakarta yang terkenal semrawut.

Sebenarnya dari segi cara mengemudi kita dapat mengetahui mental pengemudi tersebut. Seperti cara mengerem kendaraan, menekan gas, sampai cara sikap antri dengan sabar dan jujur. Jujur..? kenapa..? dalam segi mengemudi harus jujur..? terlintas dibenakku bahwa YA... bila semua pengendara jujur dan menyetel insting mereka bahwa mereka hanya pengguna jalan yang harus menjaga komunitasnya agar semua berjalan lancar. Coba pikirkan secara jujur bila kita menggunakan jalan secara semrawut yang dapat mengakibatkan kemacetan, adakan pengguna lain yang juga masih saudara kita, ayah dan ibu kita yang harus ketempat pertemuan, atau mungkin istri tercinta kita yang akan pergi kerumah sakit (Emergency) jadi terlambat? Atau kendaraan emergency lainnya seperti ambulance, pemedam kebakaran yang akan menolong kita jadi terhambat?.

Baru beberapa detik menerawang,.. BRAKKK... spion kanan ku bersenggolan dengan sebuah mobil mewah,. Yah aku tak pantas menyebut merek karena aku yakin orang yang menegemudikan mobil tersebut seharusnya juga orang mulia sesuai bawaannya. Aku mengoreksi diri dengan jalan mobilku, semuanya pantas dan aman. Aku memberi sein kira-kira 20 meter sebelum berbelok kekiri, mobilku juga berada didalam garis lajur sebelah kiri dari 2 buah lajur yang ada, yang satu untuk kekanan. Namun si pengemudi yang mengambil lajur kanan utuk berbelok ke kiri terkesan memaksakan dan mengambil kesempatan didalam kepadatan arus. Luar biasa bangsa dan warga kota ini...!!

Memang tidak terjadi bersitegang selanjutnya dan aku juga menangkap sosok pemuda keren yang pasti pemilik mobil yang menyetirnya. Namun aku hanya bisa mengelus dada untuk menentramkan emosi dan rasa keterkejutanku. Disampingku tak mau diam istriku menasihatiku agar pelan-pelan dan jangan emosi. Aku berkomentar secukupnya bahwa aku sudah mengoreksi jalan mobilku dijalur dan prosedur yang benar. Tak habis pikir aku, bagaimana seseorang yang tidak dapat menyetir dapat mempunyai mobil semewah ini. Dan bagai mana mungkin orang yang semrawut dan bisa mengakibatkan korban kecelakaan lalu lintas bagi masyarakat sekitarnya dapat mempunyai SIM kendaraan? Dan yang terakhir bagai mana mungkin orang yang mempunyai mental kacau dan tidak tertib serta intelegensia yang rendah ini dapat kaya dan mempunyai mobil mewah?. Bagaimana mungkin bisa mengatur hidupnya..? Kesimpulan bahwa yang kaya tidak mempunyai mental dan kecerdasan yang cukup.


Mengapa warga kota ini yang mempunyai mobil elit tidak pernah lulus baris berbaris..?
Mengapa orang yang terkesan kaya dan mewah mengabaikan adab dan etika..?
Bila saja dia jujur dan mau berkolaborasi dengan komunitas sekitar maka tidak akan terjadi hal ini.
Bila saja mental dan kecerdasan yang cukup menjadi dasar dan gengsi menjadi pakaian untuk membungkus status mereka.
Hebat sekali... Negeri ini...!!! luaarrrr binasaaaa..

Rachmad...

Tidak ada komentar: